Menurut
Wibowo (2008), kinerja memiliki pengertian yang berasal dari kata performance. Pengertian dari performance yaitu hasil kerja ataupun
prestasi kerja. Namun, kinerja sesungguhnya memiliki pengerian yang lebih luas,
tidak hanya hasil kerja, tetapi juga bagaimana suatu proses kerja berlangsung
hingga memberikan suatu hasil. Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2008) pun
menyatakan pendapata bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
kontribusi pada ekonomi. Kinerja memiliki dua dimensi, yaitu (i) indicator yang
berkaitan dengan pertumbuhan dalam bisnis yang ada dan (ii) indicator yang
berkaitan dengan posisi perusahaan di masa akan datang.
Pengukuran
kinerja (performance measurement) adalah
suatu proses penilaian peningkatan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang
telah ditentukan sebelumnya oleh perusahaan. Stefan Tangen dalam Engelbert
Christian (2010) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja yang baik adalah
sekumpulan ukuran kinerja yang menyediakan perusahaan dengan informasi yang
berguna sehingga membantu mengelola, mengontrol, merencanakan dan melaksanakan
aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Berikut ini terdapat beberapa
metode pengukuran kinerja.
1. Balanced
Scorecard (BSC)
Balanced Scorecard dikembangkan oleh Kaplan (1992)
dan Norton (1996) dengan berpandangan kepada empat perspektif., yaitu : (i)
perspectif keuangan, (ii) perspektif pelanggan, (iii) perspektif internal, dan
(iv) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. BSC bukan merupakan daftar
pengukuran statis, melainkan sebuah kerangka logis untuk melaksanakan dan
menyelaraskan program-program yang berfokus pada strategi. Scorecard menerjemahkan visi dan strategi unit bisnis ke dalam
tujuan dan ukuran di empat perspektif yang berbeda.
Gambar
1. Balanced Scorecard
Sumber : www.google.com
2. Performance
Pyramid System (PPS)
PPS adalah sebuah sistem yang saling terkait dari
variable kinerja yang berbeda, yang dikontrol pada tingkat organisasi yang
berbeda. Tujuan dari kinerja piramida adalah link suatu strategi organisasi
dengan operasi-operasi dengan menerjemahkan tujuan-tujuan dari atas ke bawah
(prioritas pelanggan) dan pengukuran dari bawah ke atas. Pengukuran kinerja ini
mencakup empat tingkat tujuan yang membahas efektivitas organisasi eksternal
(sisi kiri piramida) dan efisiensi internal (sisi kanan piramida).
Gambar 2. The Performance Pyramid
Sumber : Cross and Lynch (1992)
Lynch dan Cross (1992) menyatakan bahwa kinerja
piramida berguna untuk menggambarkan bagaimana tujuan dikomunikasikan sampai ke
tingkat operasional dan bagaimana langkah-langkah yang disampaikan kembali ke
tingkat yang lebih tinggi. Kekuatan utama PPS adalah usahanya untuk
mengintergrasikan tujuan-tujuan perusahaan dengan indokator kinerja
operasional. Namun, pendekatan ini tidak menyediakan mekanisme untuk
mengidentifikasi indicator kinerja kunci dan juga tidak secara eksplisit
mengintegrasikan konsep perbaikan terus-menerus.
3. The
Tableau de Bord (TdB)
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh para
insinyur yang sedang mencari cara untuk meningkatkan proses produksi mereka
dengan pemahaman yang lebih baik. Metode ini pertama kali diperkenalkan di
Perancis pada tahun 1930-an. Menurut Epstein dan Manzoni, tujuan awal ini yang
memberikan manajer uraian dan parameter kunci untuk mendukung pengambilan
keputusan yang memiliki dua implikasi penting. Pertama, TdB tidak dapat menjadi
dokumen tunggal yang berlaku sama baik untuk seluruh perusahaan karena setiap
sub-unit memiliki tanggung jawab dan objektif yang berbeda. Ini menyebabkan
harus adanya TdB untuk setiap sub-unit. Kedua, berbagai TdBs yang digunakan
dalam perusahaan tidak boleh terbatas pada indikator-indikator keuangan.
Kelemahan terbesar yang mungkin berasal dari TdB
adalah struktur yang tidak terdefinisikan. Hal ini dikarenakan kurangnya daerah
kerja yang ditetapkan. Risiko yang dapat terjadi yaitu manajer melaksanakan TdB
dengan seperangkat indikator kinerja yang tidak seimbang dalam hal keuangan dan
non-keuangan, lead dan lag, strategis dan operasional dan terkait dengan
efektivitas dan efisiensi.
4. Productivity
Measurement and Enchancement System (ProMES)
ProMES
dikembangkan oleh Pritchard pada awalnya. ProMES didasarkan pada teori perilaku
kerja. Dalam teori ini, motivasi dipandang sebagai suatu proses alokasi sumber
daya ke seluruh tindakan dan tugas, dimana sumber daya tersebut adalah waktu
dan tenaga seseorang. Pritchard dan kawan-kawannya menyatakan bahwa kekuatan
motivasi seseorang adalah hasil dari tindakan, produk, evaluasi, hasil dan
terpenuhinya kebutuhan orang tersebut. Sistem ProMES dapat dikembangkan dan
diimplementasikan dengan tujuh langkah sebagai berikut :
- Membentuk tim desain yang terdiri dari orang-orang yang akan diukur, pengawas dan fasilitator yang mengerti ProMES
- Identifikasi tujuan untuk unit.
- Mengidetifikasi salah satu ukuran lebih kuantitatif (indikator) untuk setiap tujuan yang ditetapkan.
- Menetapkan kemungkinan.
- Desain sistem umpan balik.
- Menanggapi umpan balik.
- Memonitoring proyek dari waktu ke waktu.
Salah
satu fitur yang paling menarik dari ProMES adalah pendekatan bottom-up. Namun, pendekatan ini juga
memiliki kekurangan yaitu bahwa konsistensi vertikal tidak dapat diterima
begitu saja yang dapat mengakibatkan pengukuran kinerja unit bisnis tidak
sejalan dengan pengukuran kinerja perusahaan. Kelemahan dari ProMES adalah
bahwa indikator tidak harus selalu diimbangi jika tujuan tidak seimbang.
5. Activity-Based
Costing (ABC)
Johnson
dan Kaplan telah mengembangkan sebuah pendekatan untuk akuntansi biaya pada
tahun 1980-an yang disebut activity-based
costing (ABC). Teknik dasar ABC
adalah untuk menganalisis biaya tidak langsung dalam perusahaan dan untuk
menemukan kegiatan yang menyebabkan biaya-biaya tersebut. Menurut Maskell,
beberapa contoh kasus menunjukan bahwa metode ABC dapat digunakan untuk menilai
harga produk, pengambilan keputusan produksi, pengurangan biaya overhead dan
peningkatan berkesinambungan.
6. Sink
and Tuttle
Metode
pengukuran kinerja Sink and Tuttle adalah sebuah pendekatan klasik yang
menyatakan bahwa kinerja suatu organisasi memiliki keterkaitan yang rumit antar
tujuh kriteria kinerja. Ketujuh kriteria kerja tersebut, antara lain :
- Efektivitas
- Efisiensi
- Kualitas
- Produktivitas
- Kualitas kehidupan kerja
- Inovasi
- Profitabilitas/ budgetability
Gambar
3. Tujuh Kriteria Kerja Sink and Tuttle Sumber
: www.google.com
7. Theory
of Constrains
TOC dikembangkan oleh Goldratt pada pertengahan
tahun 1980-an sebagai suatu proses perbaikan yang berkelanjutan. TOC dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
- Mengidentifikasi kendala sistem
- Memutuskan bagaimana memanfaatkan sistem kendala
- Tidak memprioritaskan segala sesuatu yang lain di atas keputusan.
- Meningkatkan sistem kendala
- Ketika sebuah kendala rusak, kembali ke langkah (1)
Dalam pengukurannya, TOC digunakan untuk menilai
kemampuan bisnis suatu organisasi. Pengukuran global metode TOC yaitu laba
bersih, ROI dan Cash Flow. Keuntungan dari metode ini yaitu metode ini mudah
untuk diakses dan dipahami. Namun, metode TOC dinilai masih kurang lengkap
untuk melakukan pengukuran kinerja.
Beberapa metode yang telah dijabarkan di atas
merupakan sebagian besar metode pengukuran kinerja yang telah berlaku dan
diterapkan sebelumnya. Seiring dengan perkembangan zaman, metod pengukuran
kinerja pun dapat terus bekerja. Pada dasarnya, tidak ada metode pengukuran
yang dapat dinilai sebagai metode yang paling tepat dan benar. Hal ini
dikarenakan setiap perusahaan memiliki focus, ruang lingkup dan lingkungan yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, setiap pemimpin perusahaan
dapat menggunakan metode pengukuran kinerja yang sesuai dengan perusahaan dan
perkembangan zaman.
Jika anda ingin berdiskusi dan mendapatkan informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi COGNOSCENTI CONSULTING GROUP di telepon (021) 2902 2128 / 29 atau mengirim email ke info@ccg.co.id
Penulis: Jufina, ST