Memasuki era transformasi bisnis dan persaingan global menuntut perusahaan berlomba-lomba dalam menciptakan inovasi yang kuat. Hal ini tentu menjadi sebuah tantangan bagi internal perusahaan untuk menyikapi capital yang dimilikinya. Tidak sebatas pada asset yang bergerak saja, melainkan human capital yang menjadi garda terdepan dalam menjalani dinamika bisnis pun sudah seharusnya diperhatikan perusahaan. salah satu hal yang diciptakan perusahaan saat ini dengan membuat desain organisasi membentuk pola tindak dan berfikir yang selaras dengan visi dan misi perusahaan yakni program knowledge sharing atau knowledge transfer. Program ini dapat diimplementasikan dengan cara mendorong individu untuk bekerja bersama secara efektif, berkolaborasi, dan saling berbagi dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas pengetahuan organisasi.
Baca Juga : Membangun Keunggulan Kompetitif Melalui Pengembangan Organisasi
Sejalan dengan pemikiran Alton (2003), para individu akan lebih banyak melakukan penyebaran knowledge dan keahlian yang dimiliki jika berada di dalam lingkup kelompoknya sendiri, dibandingan diluar kelompoknya (out-groups). Hal ini disebabkan oleh rasa saling percaya antar individu dalam suatu kelompok lebih kuat dibandingkan ketika dia berada di luar kelompoknya. Trust (kepercayaan) merupakan faktor utama yang mendukung terjadinya knowledge transfer/sharing. Selain rasa saling percaya pada diri para individu yang berada dalam suatu kelompok, biasanya mereka memiliki ikatan emosional untuk secara sukarela memberikan pengetahuan yang dimilikinya.
Baca Juga : The Complexity of Tacit Knowledge
Dalam prakteknya, proses pendistribusian pengetahuan dalam suatu perusahaan atau organisasi dapat mengalami hambatan yaitu, budaya, perilaku kepemimpinan, kurangnya tanggung jawab dalam repositori pengetahuan, kurangnya tinjauan dan pengukuran terhadap modal intelektual, dan tidak terstruktur dengan baik (Gambar 1).
Dari Gambar 1, dapat dilihat bahwa budaya menempati urutan yang utama dan memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi. Knowledge sharing yang didukung oleh budaya perusahaan dapat mengarah pada pencapaian yang lebih efektif karena budaya merupakan modal yang bersifat intangible ‘nyata, berwujud’ yang mendukung perilaku berbagi (sharing) antar karyawan dalam suatu organisasi/perusahaan.
Knowledge sharing mampu menjadi sumber pengetahuan yang homogen maupun bersifat melengkapi dimana para individu secara mutual mempertukarkan pengetahuan mereka (baik pengetahuan tacit dan explicit), dan akhirnya secara terpadu dapat menciptakan pengetahuan baru. Sehingga dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa knowledge sharing merupakan suatu proses saling berbagi pengetahuan baik antar individu, maupun kepada organisasi, untuk menciptakan tujuan bersama bagi organisasi yang ingin menggunakan aset pengetahuan mereka untuk mencapai keunggulan kompetitif. Knowledge sharing bisa berupa pengetahuan tacit dan explicit. Tacit merupakan pengetahuan yang masih tersembunyi, yang masih belum dibagikan kepada orang lain, yang diperoleh dari sense making, pengalaman, dan sebagainya. Sedangkan pengetahuan eksplisit merupakan pengetahuan dimana pengetahuan tersebut sudah dibagi, dikomunikasikan, dan diketahui oleh orang lain.
Baca Juga : Knowledge Skill dan Atitude dalam Dunia Kerja
Dinamika dalam Implementasi program?
Dinamika dalam sebuah organisasi bukanlah hal yang baru dan dapat dimaklumi oleh setiap individu yang terkait. Dalam konteks transformasi bisnis, perubahan kebiasaan, aturan, nilai yang selama kurun waktu tertentu telah dianut dalam keseharian menjadi suatu tantangan berat baik bagi perusahaan yang akan melakukan transformasi maupun yang mengalami hambatan transformasi. Maka dapat dikatakan bahwa proses transformasi bisnis untuk membentuk corporate culture harus memiliki kekuatan sekaligus kesigapan dalam knowledge transfer sampai kepada middle to bottom.
Identifikasi hubungan antara budaya organisasi (Corporate Culture) dengan knowledge transfer. Memiliki keeratan tersendiri seperti pada Gambar 2 yakni (1) openness to change/innovation, (2) task-oriented, (3) bureaucratic dan (4) competition/confrontation.
Openness to change/innovation merupakan budaya suatu organisasi yang memiliki karakterisitik keterbukaan pada perubahan dan inovasi akan memaksa para individunya untuk saling berinteraksi demi meningkatkan pengetahuan individu (individual knowledge). Task-Oriented adalah budaya perusahaan yang mengacu pada orientasi hasil akan meningkatkan konvergensi dari shared goals oleh organisasi dan para anggotanya.
Konvergensi ini akan didapatkan dengan transfer pengetahuan antar individu dalam suatu perusahaan. Bureaucratic terjadi dimana suatu organisasi yang menghambat komunikasi interpersonal akan memperlemah hubungan antar chanel yang ada. Selain itu, suatu budaya yang mendorong rasa ketergantungan terhadap satu individu dengan individu lainnya akan menghambat proses pembentukan pengetahuan individu. Dari kedua hal tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa sebuah organisasi dengan budaya birokrasi akan memberikan dampak negatif pada proses transfer pengetahuan (knowledge transfer).
Poin yang terakhir adalah Competition atau Confrontation. Budaya kompetisi dan konfrontasi akan menghambat hubungan interpersonal dalam suatu organisasi. Hal lainnya, suatu budaya yang memaksa individunya untuk meraih power/kekuasaan maka akan berdampak pada individual goals dan mengesampingkan organizational goals. Sehingga, dengan alasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu organisasi dengan budaya kompetisi/konfrontasi akan membawa dampak yang negatif terhadap knowledge transfer.
Konvergensi ini akan didapatkan dengan transfer pengetahuan antar individu dalam suatu perusahaan. Bureaucratic terjadi dimana suatu organisasi yang menghambat komunikasi interpersonal akan memperlemah hubungan antar chanel yang ada. Selain itu, suatu budaya yang mendorong rasa ketergantungan terhadap satu individu dengan individu lainnya akan menghambat proses pembentukan pengetahuan individu. Dari kedua hal tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa sebuah organisasi dengan budaya birokrasi akan memberikan dampak negatif pada proses transfer pengetahuan (knowledge transfer).
Poin yang terakhir adalah Competition atau Confrontation. Budaya kompetisi dan konfrontasi akan menghambat hubungan interpersonal dalam suatu organisasi. Hal lainnya, suatu budaya yang memaksa individunya untuk meraih power/kekuasaan maka akan berdampak pada individual goals dan mengesampingkan organizational goals. Sehingga, dengan alasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu organisasi dengan budaya kompetisi/konfrontasi akan membawa dampak yang negatif terhadap knowledge transfer.
Dalam mendukung proses transformasi yang dilakukan perusahaan terdapat kunci keberhasilan dari suatu aktifitas integrasi corporate culture untuk tercapainya inovasi serta produktivitas yang lebih baik. Maka dari itu, dibutuhkan budaya sharing yang baik antar karyawan. Komunikasi menjadi faktor utama keberhasilan proses pendistribusian pengetahuan dalam aktifitas akuisisi. Komunikasi yang baik dalam setiap level perusahaan baik bagi pihak karyawan yang sudah lama maupun karyawan yang baru bergabung (mengalami akuisisisi) akan menciptakan sinergi yang baik bagi iklim pendistribusian pengetahuan.
Referensi:
Alton, C (2003). Knowledge Sharing: A
Game People Play. Aslib Proceeding, 55 (3), 117-129.
Penulis : Ghulam Nurul Huda, MM
Penulis : Ghulam Nurul Huda, MM
Cognoscenti Consulting Group sebagai perusahaan konsultansi bidang manajemen, memiliki banyak pengalaman dalam membantu organisasi dalam meningkatkan kinerja organisasi melalui perbaikan proses kerja. Kami selalu berusaha memberikan pelayanan yang lebih baik mulai dari penyusunan strategi hingga proses implementasi di tingkat operasional dan audit untuk menemukan perbaikan. Jika ada hal yang ingin anda diskusi dengan kami, silahkan jangan segan untuk menghubungi Cognoscenti Consulting Group. www.ccg.co.id / 021. 29022128